I PENDAHULUAN
Bab
ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2) Tujuan
Percobaan, (3) Prinsip Percobaan, dan (4) Reaksi Percobaan
1.1 Latar Belakang Percobaan
Monosakarida dan
beberapa disakarida mempunyai sifat mereduksi, terutama dalam suasana basa.
Sifat sebagai reduktor ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi
karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh
adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini
tampak pada reaksi reduksi ion-ion logam misalnya ion Cu++ dan ion
Ag+ yang terdapat pada pereaksi-pereaksi tertentu. (Pedjiadi, 2005,
Hal:39)
1.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui
adanya gula monosakarida pereduksi.
1.3 Prinsip Percobaan
Berdasarkan adanya
gugus karbonil bebas yang mereduksi Cu2+ dalam suasana asam
membentuk Cu2O (endapan warna merah bata).
1.4 Reaksi Percobaan
|
II METODE PERCOBAAN
Bab
Ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Pereaksi yang
Digunakan, (3) Alat yang Digunakan, dan (4) Metode Percobaan.
2.1 Bahan yang
Digunakan
Bahan
yang digunakan dalam Uji Barfoed adalah 1 ml larutan sampel karbohidrat yaitu
H( Biskuit Roma Malkist), B (Leunca), A (Saos Sambal), K (Dedak), E (Bubur SUN)
dan 1,5 ml larutan Barfoed.
2.2 Pereaksi yang
Digunakan
Pereaksi
yang digunakan dalam Uji Barfoed adalah Larutan Barfoed, yaitu 13,3 g Cu-asetat
dalam 200 ml air ditambahkan 1,9 ml asam asetat glacial.
2.3
Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam Uji Barfoed
adalah tabung reaksi, pipet, tangkrus, dan gelas kimia.
2.4
Metode Percobaan
1 ml larutan karbohidrat + 1,5ml larutan
barfoed
Panaskan selama 15 menit
Amati terbentuknya endapan merah bata
Gambar
2. Metode Percobaan Uji Barfoed
Prosedur percobaan
uji barfoed ini adalah sampel dipipet sebanyak 1 ml kemudian ditambah 1,5 tetes
larutan barfoed, panaskan 15 menit dan kemudian amati terbentuknya endapan
merah bata.
III HASIL PENGAMATAN
Bab ini akan menguraikan mengenai :
(1) Hasil Pengendapan, (2) Pembahasan.
3.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Uji Molish
Sampel
|
Pere-aksi
|
Warna
|
Hasil
|
|
Sebelum Ditambahkan
|
Setelah Ditambahkan
|
|||
H
|
Larutan
Barfoed
|
Biru
|
Biru
|
(
- )
|
B
|
Biru
|
Hijau
|
(
- )
|
|
A
|
Biru
|
Biru
|
(
- )
|
|
K
|
Biru
|
Biru
|
(+)
|
|
E
|
Biru
|
Biru
|
(
- )
|
Sumber : Dwika
Larasati dan Risma Sri Ayu, Meja 02, Kelompok F, 2014
Keterangan
: (+) Terbentuk endapan merah bata
( - ) Tidak terbentuk endapan merah bata
|
Gambar
3. Hasil Pengamatan Uji Bafoed
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil
pengamatan pada uji barfoed didapatkan sampel (H, B, A, E ) yaitu roma malkist,
leunca, saus sambal, dan bubur SUN tidak mengandung gula monosakarida pereduksi,
seharusnya roma malkist mengandung gula monosakarida pereduksi, sedangkan pada
sampel (K) yaitu selai kacang morita mengandung gula monosakarida pereduksi. Kesalahan
terjadi karena praktikan kurang hati-hati dalam melakukan percobaan serta
pengamatan yang kurang teliti.
Uji barfoed merupakan
salah satu cara analisa karbohidrat secara kualitatif. Uji barfoed adalah uji
kimia yang digunakan untuk mendeteksi adanya monosakarida dalam suatu sampel.
Prinsip uji barfoed ini didasarkan pada pengurangan tembaga (II) asetat (kupri
asetat) menjadi tembaga (I) oksida (Cu2O/Kuprioksida), seingga
terbentuk endapan merah bata. Rumus reaksinya adalah seperti dibawah ini :
RCHO
+ 2Cu2+ + 2H2O → RCOOH + Cu2O↓ + 4H+
Uji Barfoed ditemukan
oleh kimiawan Denmark, Christien Thomsen Barfoed. Sehingga untuk mengenang
jasanya, uji karbohidrat ini diberi nama uji barfoed. (Anonim,2013)
Mekanisme uji barfoed
yaitu larutan Barfoed akan bereaksi dengan gula reduksi (monosakarida) sehingga
dihasilkan endapan merah kuprioksida. Dalam duasana asam ini gula reduksi yang
termasuk dalam golongan disakarida memberikan reaksi yang sangat lambat dengan
larutan Barfoed sehingga tidak memberikan endapan merah kecuali pada waktu
percobaan yang diperlama. Uji ini untuk penunjukkan gula pereduksi monosakarida.(Sudarmadji,
1989).
Komposisi larutan
barfoed adalah 13,3 g Cu-asetat dalam 200 ml air + 1,9 ml asam asetat glacial.
(Tim Dosen, 2014)
Pereaksi ini terdiri
atas larutan kupriasetat dan asam asetat dalam air, dan digunakan untuk
membedakan antara monosakarida dengan disakarida. Monosakarida dapat mereduksi
lebih cepat daripada disakarida. Jadi Cu2O terbentuk lebih cepat
oleh monosakarida daripada oleh disakarida, dengan anggapan bahwa konsentrasi
monosakarida dan disakarida dalam larutan tidak berbeda banyak, Tauber dan
Kleiner membuat modifikasi atas pereaksi ini, yaitu dengan jalan mengganti asam
asetat dengan asam laktat dan ion Cu2+ yang dihasilkan direaksikan
dengan pereaksi warna fosfomolibdat hingga menghasilkan warna biru yang
menunjukkan adanya monosakarida. Disakarida dengan konsentrasi rendah tidak
memberikan hasil positif. Perbedaan antara pereaksi Barfoed dengan pereaksi
Fehling atau Benedict ialah bahwa pada pereaksi Barfoed digunakan suasana asam.
(Poedjiadi, 2005, Hal : 41)
Pemanasan dilakukan
agar apabila karbohidrat mereduksi suatu ion logam, karbohidrat akan
teroksidasi. Gugus aldehida pada karbohidrat akan teroksidasi menjadi gugus
karboksilat dan terbentuklah asam monokarboksilat. Sebagai contoh galaktosa
akan teroksidasi menjadi asam galaktosa akan teroksidasi menjadi asam galaktosa
akan menjadi asam glukonat (Poedjiadi, 1994, Hal : 55).
Apabila karbohidrat
mereduksi suatu ion logam, karbohidrat ini akan teroksidasi. Gugus aldehida
pada karbohidrat akan teroksidasi menjadi gugus karboksilat dan terbentuklah
asam monokarboksilat. Sedangkan contoh galaktosa akan teroksidasi menjadi asam
galaktonat, sedangkan glukosa akan menjadi asam glukonat. (Poedjiadi, 2005, Hal
: 41).
Gula pereduksi
merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat mereduksi senyawa-senyawa
penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan fruktosa. Ujung dari suatu gula
pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus aldehid dan keton bebas. Semua
monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa)
kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi.
Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim,
yaitu semakin tinggi aktivitas enzim maka semakin tinggi pula gula pereduksi
yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur
dengan menggunakan pereaksi asam dinitro salisilat/dinitrosalycilic acid (DNS)
pada panjang gelombang 540 nm. Semakin tinggi nilai absorbansi yang dihasilkan,
semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung.(Wikipedia, 2014)
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan
menguraikan mengenai : (1) Kesimpulan, dan (2) Saran.
4.1
Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa sampel (H, B, A, E ) yaitu roma malkist, leunca, saus
sambal, dan bubur SUN tidak mengandung gula monosakarida pereduksi, pada sampel
(K) yaitu selai kacang morita mengandung gula monosakarida pereduksi.
4.2
Saran
Dalam melakukan
percobaan hendaknya praktikan lebih berhati-hati dalam melakukannya, sehingga
sesuai prosedur dan tidak merusak sampel yang akan diuji. Diperlakukan
pemahaman materi agar praktikan memahami maksud dan tujuan percobaan yang
dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2014, Uji Barfoed, http://pengolahanpangan.blogspot.com/2013/12/uji-barfoed.html , Akses : 19 Maret
2014
Poedjadi,
Anna, 2005, Dasar-dasar Biokimia,
Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Poedjiadji,
1994 . Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia
Sudarmadji,
Slamet, 1989, Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian, Edisi Kedua, Yogyakarta : Penerbit Liberty
Tim Dosen, 2014, Penuntun
Praktikum Biokimia Pangan, Bandung : Universitas Pasundan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar